KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin,
puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Gofur yang tidak
pernah kufur. Atas lindungan dan kasih sayang-Nya yang telah menghendaki
terselesaikannya tugas makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat berbingkai
salam tak lupa juga penulis hanturkan kepada junjungan Nabi umat islam Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Yang telah membawa kita dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang benderang yakni Islam Rahmatan Lil ‘alamin.
Makalah
dengan topik pembahasan “Input, proses, output, outcome” ini disusun dengan
ringkas, dengan harapan agar pembaca dapat memahami dan mengambil manfaat dari
makalah ini. Terselesaikannya pembuatan makalah ini, tidak terlepas dari
bimbingan Ibu H. Nurjanah,. M. Ag., M,. Sy M. Si. Sebagai dosen Psikologi
Belajar.
Oleh
karena itu tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis
menyadari penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu,
penulis mohon kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna perbaikan
isi dari pembahasan topik ini. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi
kita semua.
Ciamis,
02 Oktober2014
Penulis
DAFTAR ISI
Contents
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagaimana
pun kegiatan pembelajaran, sebenarnya ada empat hal utama hendak diberdayakan
yaitu input, proses dan output atau outcome. Kadang, susah membedakan arti kata
output dengan outcome. Sehingga pemakaian kedua kata ini sering salah.
Input
adalah semua potensi yang ‘dimasukkan’ ke sekolah sebagai modal awal kegiatan
pendidikan sekolah. Berkaitan dengan siswa, input adalah ‘siswa baru’ yang
diterima dan siap dididik/diberdayakan. Input kelas VII SMP adalah lulusan SD
yang diterima. Input Kelas VIII adalah siswa kelas VII yang naik kelas, dan
seterunya.
Proses
adalah serangkaian kegiatan pendidikan yang dirancang secara sadar dalam usaha
meningkatkan kompetensi input demi menghasilkan output dan outcome bermutu.
Contoh wujud proses pendidikan formal: pembelajaran, pembinaan mental,
pengembangan diri (oleh pihak sekolah), pelatihan, penugasan, dan sebagainya.
Output
adalah hasil langsung dan segera dari pendidikan (Lauren Kaluge,2000) atau
jumlah atau units pelayanan yang diberikan atau jumlah orang-orang yang telah
dilayani (Margaret C, Martha Taylor dan Michael Hendricks,2002); atau hasil
dari aktifitas, kegiatan atau pelayanan dari sebuah program, yang diukur dengan
menggunakan takaran volume/banyaknya (NEA, 2000).
Outcome
adalah efek jangka panjang dari proses pendidikan misalnya penerimaan di
pendidikan lebih lanjut, prestasi dan pelatihan berikutnya, kesempatan kerja,
penghasilan serta prestise lebih lanjut (Lauren Kaluge,2000) atau respon
partisipan terhadap pelayanan yang diberikan dalam suatu program (Margaret C,
Martha Taylor dan Michael Hendricks,2002); atau dampak, manfaat, harapan
perubahan dari sebuah kegiatan atau pelayanan suatu program (NEA, 2000).
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
teori input, proses, output, outcam
2. Bagaimana
fakta input, proses, output, outcam
3. Bagaimana
kebijakan input, proses, output, outcam
4. Bagaimana
pandangan filsafat tentang input, proses, output, outcam
5. Bagaimana
solusi dari input, proses, output, outcam
B. Tujuan Pembahasan
1. Untuk
mnjelaskan teori input, proses, output, outcam
2. Untuk
menjelaskan kebijakan input, proses, output, outcam
3. Untuk
menjelaskan pandangan filsafat tentang input, prose, output, outcam
4. Untuk
mejelaskan solusi dari input, proses, output, outcam
BAB II
PEMBHASAN
A. Teori Input, proses, output, outcome
1. Teori input
Input
adalah semua potensi yang ‘dimasukkan’ ke sekolah sebagai modal awal kegiatan
pendidikan sekolah. Berkaitan dengan siswa, input adalah ‘siswa baru’ yang
diterima dan siap dididik/diberdayakan. Input adalah bahan mentah yang
dimasukan kedalam tranformasi. Dalam dunia sekolah disebut dengan bahan mentah
adalah siswa baru yang akan masuk sekolah.[1]
peserta
didik merupakan bagian dalam sistem pendidikan Islam, peserta didik adalah
objek
atau bahan mentah dalam proses transformasi pendidikan. Tanpa adanya
peserta
didik, keberadaan sistem pendidikan tidak akan berjalan. Karena kedua
faktor
antara pendidik dan peserta didik merupakan komponen paling utama dalam suatu
sistem
pendidikan.[2]
Abdul
Mujib (2006:103) mengatakan dengan berpijak pada paradigma “belajar” sepanjang
masa , maka istilah yang tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu
adalah peserta didik dan bukan anak didik. Peserta didik cakupannnya lebih
luas, yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga pada orang-prang
dewasa. Sementara istilah anak didik hanya dikhususkan bagi individu yang
berusia kanak-kanak. Penyebutan peserta didik ini juga mengisyaratkan bahwa lembaga
pendidikan tidak hanya disekolah (pendidikan formal), tetapi juga lembaga
pendidikan di masyarakat, seperti Majelis Taklim, Paguyuban, dan sebagainya.
Lebih
lanjut Abdul Mujib mengatakan peserta didik cakupannya sangat luas, tidak
hanya
melibatkan anak-anak tetapi mencakup orang dewasa. Sementara istilah anak didik
hanya
mengkhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak. Penyebutan peserta didik
mengisyaratkan
tidak hanya dalam pendidikan formal seperti sekolah, madrasah dan
sebagainya
tetapi penyebutan peserta didik dapat mencakup pendidikan non formal seperti
pendidikan
di masyarakat, majlis taklim atau lembaga-lembaga kemasyarakatan lainya.
Syamsul
Nizar sebagaimana dikutip oleh Ramayulis mendeskripsikan enam
kriteria
peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Peserta
didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi ia memiliki dunianya sendiri.
Peserta didik memiliki metode belajar mengajar tersendiri, ia tidak boleh
dieksploitasi oleh orang dewasa dengan memaksakan anak didik untuk mengikuti
metode belajar mengajar orang dewasa, sehingga peserta didik kehilangan
dunianya;
2. Peserta
didik memiliki masa atau priodisasi perkembangan dan pertumbuhannya. Menurut
Abraham Maslow, terdapat lima hierarki kebutuhan yang dikelompokan menjadi dua
kategori. Pertama, kebutuhan taraf dasar (basic needs) yang meliputi kebutuhan
fisik, rasa aman, dan terjamin, cinta dan ikut memiliki (sosial) dan harga diri.
Kedua, metakebutuhan (meta needs) meliputi aktualisasi diri seperti keadilan,
kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan dan lain sebagainya;
3. Peserta
didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan antara individu yang satu
dengan individu yang lain baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan
dimana ia berada. Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor endogen (fitrah)
seperti jasmani, inteligensi, sosial, bakat dan minat sedangkan faktor eksogen
(lingkungan) dipengaruhi oleh pergaulan dan pengajaran yang di dapatkan di
lingkungan ia berada;
4. Peserta
didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya
fisik dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu
5. Peserta
didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia. Sesuai dengan hakikat manusia,
peserta didik sebagai makhluk monopluralis, maka pribadi peserta didik walaupun
terdiri dari banyak segi, merupakan satu kesatuan jiwa raga (cipta, rasa dan
karsa);
6. Peserta
didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan
dan berkembang secara dinamis (fleksibel).[3]
2. Teori Proses
Proses
adalah serangkaian kegiatan pendidikan yang dirancang secara sadar dalam usaha
meningkatkan kompetensi input demi menghasilkan output dan outcome bermutu
Proses
belajar mengajar secara sederhana dapat diartikan sebagai kegiatan interaksi
dan saling memengaruhi antara pendidik dan peserta didik, dengan fungsi utama
pendidik memberikan materi pelajaran atau sesuatu yang mempengaruhi peserta
didik, sedangkan pesesrta didik menerima pelajaran, pengaruh atau sesuatu yang
diberikan oleh pendidik.
Dalam
pengertian yang lebih luas da sistematik, proses belajar mengajar adalah
kegiatan yang melibatkan sejumlah komponen yang antara satu dan lainnya saling
berkaitan. Komponen tersebut antara lain meliputi visi dan tujuan yang ingin
dicapai, guru yang profesional dan siap mengajar, murid yang menerima
pelajaran, pendekatan yang digunakan, strategi yang akan diterapkan, metode
yang kan dipilih, tekhnik dan taktik yang akan digunakan. pula dalam kegiatan
belajar mengajar dapat diumpamakan, bahwa bakat, minat, kecerdasan, dan
berbagai kemampuan peserta didik merupakan potensi yang akan baru berharga dan
sebagai manusia apabila berbagai potensi tersebut diolah, diproses, dibina,
dibentuk, dan dikembangkan menjadi sesuatu yang bernilai dan berguna bagi
manusia. Proses mengubah berbagai hal
yang dimilki manusia yang masih berupa potensi menjadi sesuatu yang tampak
jelas nilai guna dan manfaatanya dan selanjutnya menjadi sesuatu yang aktual itulah
sesungguhnya hakikat proses belajar mengajar.
Dengan
demikian, ukuran keberhasilan sebuah proses belajar mengajar itu dapat dilihat
pada sejauh mana proses tersebut mampu menumbuhkan, membina, membentuk, dan
memberdayakan segenap potensi yang dimiliki manusia, atau pada sejauhmana ia
memberikan perubahan secara signifikan pada kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik peserta didik. Sebagai contoh, bagaimana ia mampu membuat anak
yang tidak mampu membaca al-Qur’an menjadi mampu membacanya; dari semula tidak
memahami sebuah teori menjadi memahiminya dengan benar; dari semula tidak dapat
mengoperasikan atau mengunakan sebuah peralatan tekhnologi, menjadi mampu
menggunakannya secara mahir. Proses belajar mengajar secara singkat ialah
proses memanusiakan manusia, yakni megaktualisasikan berbagai potensi manusia,
sehingga potensi-potensi tersebut dapat menolong dirinya, keluarga, masyarakat,
bangsa, dan negaranya. Sebuah proses belajar mengajar dapat dikatakan gagal,
jika antara sebelum dan sesudah mengikuti sebuah kegiatan belajar mengajar,
namun tidak ada perubahan apa-apa pada diri siswa atau mahasiswa. Jika sebelum
mengikuti kegiatan belajar mengajar ia belum dapat membaca al-Qur’an atau kitab
kuning, dan sudah mengikuti kegiatan belajar juga masih belum dapat membaca
kitab-kitab tersebut, maka dapat dikatakan, bahwa kegiatan belajar mengajar
tersebut dapat dikatakan belum berhasil.
Selanjutnya di kalangan para ahli
masih terdapat perbedaan antara yang mengutamakan input, proses, dan output.
Kelompok yang mengutamakan input berpendapat, bahwa dalam pendidikan yang
terpenting dan sangat mempengaruhinya adalah kompetensi atau kemampuan dasar
peserta pendidik. Seorang peserta ddik yang kompetensinya sudah unggul dengan
sendirinya dapat menjadi lulusan yang unggul. Pendapat ini ada benarnya untuk
calon mahasiswa, yakni input tamatan sekolah umum. Adapun kasus untuk calon
murid taman kanak-kanak atau sekolah dasar yang masih kosong belum memiliki kemampuan
apa-apa, maka teori tersebut tidak dapat digunakan. Pada kasus murid taman
kank-kanak yang masih dalam pembentukan ini, amat mengandalkan pada proses,
yaitu proses belajar mengajarlah yang harus mampu menggali, membina dan
mengembangkan berbagai potensi peserta didik itu agar menjadi aktual.
Selanjutnya kelompok yang mengutakan
proses (thruput) berpendapat, bahwa jika input peserta didik itu sudah baik,
dan hasilnya menjadi baik adalah bukan sesuatu yang mengejutkan atau
membanggakan. Hal terebut merupakan hal biasa. Sesuatu dapat mengejutkan tau
membanggakan jika input peserta
dididknya kurang baik, atau bahkan rendah mutunya, namun setelah mengikuti
proses belajar mengajar menjadi baik dan unggul kompetensinya, maka itulah yang
dikatakan proses belajar mengajar menjadi baik dan unggul kompetensinya, dan itulah
yang dikatakan proses belajar yang baik. Dengan demikian, bahwa yang menentukan
keberhasilan proses belajar mengajar bukanlah semata-mata terletak pada
inputnya, namun yang lebih penting lagi atau proses atau thrupt-nya. Pendapat
lebih lanjut mengatakan, sungguhpun inputnya kuarang baik, namun jika prosesnya
berjalan baik dan efektif, maka hasil (output)-nya akan baik pula.pemikiran
yang berbasis pada proses belajar mengajar inilah yang selanjutnya menginpirasi
dibukanya sekolah efektif di SMU Muthari pimpinan Jalaludin Rahmat di Bandung.
Di sekolahan ini, permasalahan input tidak menjadi pertimbangan utama. Input
yang kemampuannya rendah tetap diterima, dan setelah mengalami dan mengikuti
proses belajar mengajar yang intensif dan efektif, maka mereka dapat menjadi
lulusan yang memiliki kompetensi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Konsep belajar mengajar yang
berbasis pada proses ini juga terdapat dalam konsep belajar tuntas atau mastery
lerning yang digagas oleh Benyamin S. Bloom. Menurutnya, bahwa pada dasarnya
semua orang dapat menguasai bahan
pelajaran sampai tuntas, namun untuk menguasai bahan pelajaran tersebut
setiap orang harus diperlakukan secara berbeda-beda sesuai dengan tingkat
kecerdasanya. Bagi siswa yang kecerdasanya tinggi agar dilakukan berbeda dengan
siswa yang kecerdasanya sedang-sedang saja, atau rendah. Dengan memperlakukan
cara dan lamanya waktu yang dibutuhkan secara berbeda-beda, akhirnya seseorang
akan mencapai pada tujuannya masing-masing. Dan menguasai bahan pelajaran secar
tuntas.[4]
3. Teori output
Output
merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang
dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari
kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas
kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output
sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas/bermutu
tinggi jika prestasi sekolah, khusunya prestasi belajar siswa, menunjukkan
pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi akademik, berupa nilai Ujian
Semester, Ujian Nasional, karya ilmiah, lomba akademik, dan (2) prestasi
non-akademik, seperti kejujuran, kesopanan, olah raga, kesenian, keterampilan,
dan kegiatan ektsrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak
tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan.
Output Pendidikan
sebagai sistem seharusnya menghasilkan output yang dapat dijamin kepastiannya.
Output sekolah pada umumnya adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah
adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja
sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektifitasnya, produktivitasnya,
efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerja, dan moral kerjanya. Oleh
karena demikian dapat disimpulkan bahwa output sekolah yang diharapkan adalah
prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di
sekolah.
Pada umumnya, output
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik
(academic, achivement) dan ouput berupa prestasi non-akademik (non-academic
achivement). Output prestasi akademi misanya, NEM, lomba karya ilmiah remaja,
lomba mata pelajaran, cara-cara berfikir (kritis, kreatif/divergen, nalar, rasional,
induktif, dedukatif, dan ilmiah). Output non-akademik, misalnya keingin tahuan
yang tinggi, harga diri kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang
tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedipsiplinan,
kerajinan prestasi oleh raga, kesenian, dan kepramukaan.
Output adalah hasil
langsung dan segera dari yang diukur dengan menggunakan takaran
volume/banyaknya yaitu hasil keluaran dari proses yang terjadi dalam sistem
pendidikan. Output pada sistem pendidikan adalah:
a. Lulusan Pendidikan
b. Putus Sekolah
Keberhasilan tujuan pendidikan
(output), sangat ditentukan oleh implementasinya (proses), dan implementasinya
sangat dipengaruhi oleh tingkat kesiapan segala hal (input) yang diperlukan
untuk berlangsungnya implementasi. Keyakinan ini berangkat dari kenyataan bahwa
kehidupan diciptakan oleh-Nya serba sistem (utuh dan benar) dengan catatan utuh
dan benar menurut hukum-hukum ketetapan-Nya. Jika demikianhalnya, tidak boleh
berpikir dan bertindak secara parsial apalagi parosial dalam melaksanakan
pendidikan dan pembelajaran. Sebaliknya, perlu berpikir dan bertindak secara
holistik, integratif, terpadu dalam rangka untuk mencapai tujuan pendidikan dan
pengajaran.
4. Teori outcome
Outcome
adalah hasil jangka panjang, maksudnya adalah dampak jangka panjang terhadap
individu, sosial, sikap, kinerja, semangat, sistem, penghasilan, pengembangan
karir, kesempatan pendidikan, kerja, pengembangan dari lulusan untuk
berkembang, dan mutu pada umumnya. Manajemen sekolah berada pada seluruh komponen
sekolah sebagai sistem, yaitu pada konteks, input, proses, output, outcome, dan
dampak karena manajemen berurusan dengan sistem, mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian hingga sampai pengontrolan/
pengevaluasian. Kepemimpinan berada pada komponen manusia, baik pendidik dan
tenaga kependidikan, maupun pada peserta didik, karena kepemimpinan berurusan
dengan banyak orang.
Outcome
lebih mencakup kepada berbagai hasil (results) yang harus tercapai dalam jangka
pendek dan menengah serta dampak (impact) jangka panjang. Outcomes jangka pendek adalah pembelajaran (learning)
meliputi:
1. Awareness
(kesadaran)
2. Knowledge
(pengetahuan)
3. Attitudes
(sikap)
4. Skill (keterampilan), dst
Otcomes
jangka menengah adalah aksi (action) meliputi:
1. Behavior
(Perilaku)
2. Practice
(Profesi/praktek)
3. Decision Making (Pengambil kebijakan), dsb
Otcomes
jangka panjang kondisi yang diharapkan (conditions) meliputi:
1. Kondisi
ekonomi
2. Kondisi
social
3. Kondisi
sipil
4. Keadaan
lingkungan
B. Fakta input, proses, output, outcome
1.
Fakta
input
Dalam pendidikan, peserta didik merupakan titik fokus yang
strategis karena kepadanyalah bahan ajar melalui sebuah proses pengajaran
diberikan. Sebagai seorang manusia menjadi sebuah aksioma bahwa peserta didik
mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, mereka unik dengan seluruh
potensi dan kapasitas yang ada pada diri mereka dan keunikan ini tidak dapat
diseragamkan dengan satu aturan yang sama antara peserta didik yang satu dengan
peserta didik yang lain, para pendidik dan lembaga sekolah harus menghargai
perbedaan yang ada pada diri mereka. Keunikan yang terjadi pada peserta didik
memang menimbulkan satu permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan
dipecahkan sehingga pengelolaan murid (peserta didik) dalam satu kerangka kerja
yang terpadu mutlak diperhatikan, terutama pertimbangan pada pengembangan
kreativitas, hal ini harus menjadi titik perhatian karena sistem pendidikan
memang masih diakui lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang
sempit dan kurang memberikan perhatian kepada pengembangan kreatif peserta
didik. Hal ini terjadi dari konsep kreativitas yang masih kurang dipahami
secara holistic, juga filsafat pendidikan yang sejak zaman penjajahan bermazhabkan
azas tunggal seragam dan berorientasi pada kepentingan-kepentingan, sehingga
pada akhirnya berdampak pada cara mengasuh, mendidik dan mengelola pembelajaran
peserta didik. Kebutuhan akan kreativitas tampak dan dirasakan pada semua
kegiatan manusia. Perkembangan akhir dari kreativitas akan terkait dengan empat
aspek, yaitu: aspek pribadi, pendorong, proses dan produk. Kreativitas akan
muncul dari interaksi yang unik dengan lingkungannya.
2.
Fakta
Proses
Melihat fakta sekarang
dalam dunia pendidikan tentang masalah proses belajar mengajar banyak guru yang
belum mempunyai kesiapan untuk mengajar dan kurangnya sarana prasarana yang ada
disekolah tersebut, sehingga murid tidak dapat menerima pelajaran dengan baik
sehingga potensi yang dimiki oleh anak sulit untuk dikembangkan karena anak
sudah merasa tidak nyaman dalam pembelajaran.
Dalam hal ini guru
adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Pendidik
tidak hanya bertanggung jawab dalam memberikan materi pengajaran tetapi
membentuk kepribadian peserta didik. Hal itu masih sangat jarang karena
kebanyakan pendidik masih tak acuh kepada peserta didik dan hanya beranggapan
“bahwa yang penting sudah mengajar
3.
Fakta
output.
Output adalah hasil
langsung dan segera dari yang diukur dengan menggunakan takaran
volume/banyaknya yaitu hasil keluaran dari proses yang terjadi dalam sistem
pendidikan.
Dalam hal ini, dalam
kenyataan yang kita lihat output (siswa dari hasil proses belajar mengajar)
banyak lulusan pendidikan sekolah yang krisis kejujuran, krisis akhlak/moral (sering tawuran ),
keahlian belum sesuai dengan dunia kerja,
kualitas lususan relatif masih rendah, tidak memiliki keterampilan
spesial atau khusus yang menjadikan siswa tersebut bingung dalam menentukan
masa depannya, sehingga siswa tersebut tidak melanjukan sekolah lagi atau bisa
dikatakan putus sekolah.
Output pada dasarnya
akan banyak dipengaruhi oleh input dan proses, keefektifan proses. Sistem input
yang berkualitas tentu dapat menghasilkan output yang berkualitas pula. Teori
Sistem informasi “Gold in-Gold out” dapat digunakan dalam hal ini. Suatu output
dikatakan berkualitas apabila telah memenuhi beberapa persyaratan yang
ditentukan oleh Standar Nasional Pendidikan (SNP).Output pendidikan sebagai
suatu sistem sewajarnya dapat dicerminkan dari suatu prestasi mutu lulusan
sekolah yang sejatinya merupakan suatu proses pembelajaran yang didukung oleh
semua unsur baik dari level kementerian, dinas pendidikan propinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, sampai pada kelembagaan persekolahan yang merupakan
unit terkecil. Dengan kata lain, makro, meso dan mikro pendidikan secara
bersama-sama menjalankan perannya sehingga menghasilkan output yang terstandar
dengan baik
4.
Fakta
outcome
Outcome adalah efek
jangka panjang dari proses pendidikan misalnya penerimaan di pendidikan lebih
lanjut, prestasi dan pelatihan berikutnya, kesempatan kerja, penghasilan serta
prestise lebih lanjut. Akan tetapi dalam kenyataan dilapangan banyak siswa yang
tidak diterima disebuah pendidikan lebih lanjut dikarenakan prestasinya kurang
baik ia juga tidak diterima disuatu pekerjaan sehingga siswa tersebut menjadi
pengangguran dan luntang-lantung tanpa arah yang banyak meresahkan masyarakat.
Akan tetapi tidak sedikit juga anak yang diterima di pendidikan lebih lanjut
dan diterima disuatu pekerjaan, dalam siswa yang diterima disuatu pendidikan
ini, ada siswa yang benar-benar dalam belajarnya, dan sebaliknya, mereka hanya
main-main saja dalam belajarnya, mereka hanya ingin mendapatkan pujian dari
orang lain saja. Bagi siswa yang benar-benar dalam belajarnya, setiap teori
pembelajaran yang dipelajari disekolah selalu diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-harinya dan apabila siswa karena siswa ini tidak hanya menginginkan
nilai belaka tapi ia menginginkan kesesuaian niali tersebut dalam kehidupannya.
C. kebijakan input, proses, output, outcome
1.
kebijakan
input
Menurut pasal 1 ayat 4
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Hadits riwayat bukhari dan muslim
``Setiap anak dilahirkan dalam kedaan
fitrah, kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi”. (HR.Bukhari dan Muslim )
Ayat yang membicarakan
tentang hak anak untuk mendapatkan tarbiyah (pembinaan dan pendidikan)
juga ayat-ayat yang mengisyaratkan hal itu, sebagaimana dalam surat Luqman:
وَإِذْ قَالَ
لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ
الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kelaliman yang besar” (QS. Luqman: 13).
2.
kebijakan
proses
Pengertian proses belajar mengajar dalam
arti sederhana dapat dipahami dari beberapa ayat dibawah ini.
ù&tø%$#
ÉOó$$Î/
y7În/u
Ï%©!$#
t,n=y{
ÇÊÈ t,n=y{
z`»|¡SM}$#
ô`ÏB
@,n=tã
ÇËÈ ù&tø%$#
y7/uur
ãPtø.F{$#
ÇÌÈ Ï%©!$#
zO¯=tæ
ÉOn=s)ø9$$Î/
ÇÍÈ zO¯=tæ
z`»|¡SM}$#
$tB
óOs9
÷Ls>÷èt
ÇÎÈ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-‘Alaq :
1-5)
Melalui metode membaca
(iqra’) Tuhan (melalui Malaikat jibril) ingin agar Nabi Muhammad membacakan
segala sesuatu yang disampaikan oleh Malaikat Jibril. Para ulam tafsir melihat
bahwa kata kerja perintah membaca (fi’il amr), yakni kalimat iqra’ (bacalah)
pada ayat al-‘alaq tersebut tidak ada objek atau maf’ulnya. Hal ini menunjukan
bahwa yang dibaca itu mencakup berbagai hal yang amat luas, yakni tidak hanya
membaca yang tersurat atau yang tidak, melainkan yang termasuk yang tersirat
atau yang tidak tertulis. Adanya ayat-ayat Tuhan yang terdapat didalam alam
jagat raya, fenomina sosial, dan lainnya termasuk hal-hal yang harus dibaca.
Dalam kamus bahasa Arab, kosakata iqra’ atau membaca berarti menghimpun atau
mengumpulkan, yakni menghimpun atau mengumpulkan informasi berupa data, fakta
yang kemudian disusun mnejadi ilmu pengetahuan. Proses belajar mengajar
sebgaimana digambarkan pada ayat tersebut juga melibatkan visi dan tujuan,
yaitu berdasarkan nama Tuhan, bismi
rabbika (dengan menyebut nama Tuhanmu) dan warabbuk al-akram (Tuhanmu lebih
mulia), dalam arti agar bacaan tersebut berisi ajaran dan petunjuk Tuhan,
ditunjukan untuk membuktikan keagungan Tuhan, dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Adapun manfaaatnya adalah untuk manusia. Melalui visi dan tujuan ini, maka
idiologi pendidikan islam dapat dikenali, yaitu idiologi yang berbasis pada
theo-antropocentris. Yakni memusatkan pada kebutuhan manusia dengan jalan
mengikuti petunjuk Tuhan. Selain itu, proses belajar mengajar dalam ayat
tersebut juga melibatkan sarana prasarana yang direpsentasikan dengan kosakata
pena dalam arti yang seluas-luasnya, yakni alat tulis, alat rekam, alat foto,
alat penyimpanan data, dan sebagainya; serta adanya kurikulum, yang
dipresentasikan dengan kata allamal al-insan ma’lam ya’lam, yakni mengajarkan
sesuatu yang belum diketahui manusia.
zN¯=tæur
tPy#uä
uä!$oÿôF{$#
$yg¯=ä.
§NèO
öNåkyÎztä
n?tã
Ïps3Í´¯»n=yJø9$#
tA$s)sù
ÎTqä«Î6/Rr&
Ïä!$yJór'Î/
ÏäIwàs¯»yd
bÎ)
öNçFZä.
tûüÏ%Ï»|¹
ÇÌÊÈ
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang
benar orang-orang yang benar!" (QS. Al-Baqarah:31)
Maksud
dari surat Al-baqarah ayat 31 dalam proses belajar mengajar berlangsung dari
Tuhan (sebagai mahaguru) kepada adam (sebagai mahasiswa). Adapun materi yang
diajarkan pada proses belajar mengajar tersebut berupa nama-nama atau
tanda-tanda kekuasaan Tuhan. Adapun metode yang digunakan adalah metode
al-ta’lim, yakni memberikan pengertian, pemahaman, wawasan dan pencerehan tentang
segala sesuatu dalam rangka membentuk pola pikir (mindset).
ôs)s9ur
$oY÷s?#uä
z`»yJø)ä9
spyJõ3Ïtø:$#
Èbr&
öä3ô©$#
¬! 4 `tBur
öà6ô±t
$yJ¯RÎ*sù
ãä3ô±o
¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9
( `tBur
txÿx.
¨bÎ*sù
©!$#
;ÓÍ_xî
ÓÏJym
ÇÊËÈ øÎ)ur
tA$s%
ß`»yJø)ä9
¾ÏmÏZö/ew
uqèdur
¼çmÝàÏèt
¢Óo_ç6»t
w õ8Îô³è@
«!$$Î/
( cÎ)
x8÷Åe³9$#
íOù=Ýàs9
ÒOÏàtã
ÇÊÌÈ
“Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat
kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang
bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri;
dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar". (QS.Luqman:12-13)
Maksud dari surat
luqman ayat 12 diatas adalah proses belajar mengajar berlangsung dari Tuhan
kepada Luqman al-Hakim, materi yang diajarkan berupa hikmah, dan tujuannya agar
Luqman menjadi orang yang bersyukur, yakni selain memuji keagungan Allah SWT,
juga mau mengamalkan ilmunya itu dalam kehidupan sehari-hari, serta
mengajarkannya kepada anak-anaknya dan seterusnya.[5]
Selanjutnya
pada hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Umar
tersebut diatas, proses belajar mengajar berlangsung dari jibril (atas perintah
Tuhan) kepada Nabi Muhammad Saw. Metode yang digunakan berupa majelis, posisi murid dalm bentuk
halakah (duduk bersila dalam keadaan melingkar), dan materteri yang diajarkan
berupa pokok-pokok agama yang berkenaan dengan dasar-dasar
(rukun) keimanan, keislaman, keihsanan, dan tentang tanda-tanda hari kiamat.[6]
(rukun) keimanan, keislaman, keihsanan, dan tentang tanda-tanda hari kiamat.[6]
Permendikbud No 65
Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah
mengisyaratkan perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah
pendekatan saintifik/ilmiah. Upaya penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam
proses pembelajaran ini sering disebut-sebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan
tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013, yang tentunya menarik untuk dipelajari
dan dielaborasi lebih lanjut.
3.
Kebijakan
output
Secara teori proses
belajar mengajar adalah kegiatan yang melibatkan sejumlah komponen yang antara
satu dan lainnya saling berkaitan. Komponen tersebut antara lain meliputi visi
dan tujuan yang ingin dicapai, guru yang profesional dan siap mengajar, murid
yang menerima pelajaran, pendekatan yang digunakan, strategi yang akan
diterapkan, metode yang kan dipilih, tekhnik dan taktik yang akan digunakan.
Dari komponen-komponen
tersebut yang meliputi seorang guru menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Tenaga Kependidikan adalah
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Pendidik tidak hanya bertanggung jawab dalam memberikan materi
pengajaran tetapi membentuk kepribadian peserta didik. Hal itu masih sangat
jarang karena kebanyakan pendidik masih tak acuh kepada peserta didik dan hanya
beranggapan “bahwa yang penting sudah mengajar”
4.
Kebijakan
outcome
“Agar
Allah akan menutupi (mengampuni) bagi mereka perbuatan yang buruk yang mereka
kerjakan dan membalas mereka dengan upah yang lebih baik dari apa yang telah
kerjakan.” (QS. Az-Zumar ayat 35)
“katakanlah: wahai kaumku, berbuatlah
sepenuk kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan
mengetahui, siapakah (diantara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di
dunia ini. Sesungguhnya orang-orang dolim itu tidak akan mendapatkan
keberuntungan.” (QS. Al-An’am ayat 135)
D. Filsafat input, proses, output, outcome
1.
Filsafat
input
Menurut Ahmad Tafsir
mengatakan dalam bukunya filsafat pendidikan islam berpendapat bahwa istilah
untuk peserta didik adalah murid bukan pelajar, anak didik atau peserta didik.
Beliau berpendapat bahwa pemakaian murid dalam pendidikan mengandung
kesungguhan belajar, memuliakan guru, keprihatinan guru terhadap murid. Dalam
konsep murid ini terkandung keyakinan bahwa mengajar dan belajar itu wajib, dalam
perbuatan mengajar dan belajar terdapat keberkahan tersendiri. Pendidikan yang
dilakukan oleh murid dianggap mengandung muatan profane dan transcendental.
Lebih lanjut Ahmad
Tafsir mengatakan, sebutan murid lebih umum sama halnya dengan penyebutan anak
didik dan peserta didik. Istilah murid memiliki ciri khas tersendiri dalam ajaran
Islam. Istilah murid ini pertama kali diperkenalkan oleh kalangan sufi. Istilah
murid dalam tasawuf mengandung pengertian orang yang sedang belajar, menyucikan
diri, dan sedang berjalan menuju Tuhan. Hubungan antara guru dan murid adalah
hubungan searah. Pengajaran berlangsung dari subjek (guru) ke objek (murid).
Dalam ilmu pendidikan hal seperti ini disebut pengajaran berpusat pada guru.
Murid dalam pengertian
pendidikan umum adalah ialah tiap kelompok atau sekelompok individu yang
menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan
kegiatan pendidikan. Murid dalam pengertian pendidikan secara khusus adalah
anak yang belum dewasa yang menjadi tanggung jawab pendidik.
Adapun
menurut beberapa aliran filsafat input adalah:
1. Menurut Aliran Empirisme anak-anak yang lahir kedunia tidak mempunyai
bakat dan pembawaan apa-apa seperti kertas putih yang polos. Oleh karena
anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang memberi
warnapendidikannya.
2. Menurut Aliran Konvergensi seseorang
terlahir dengan pembawaan baik dan juga pembawaan buruk. Bakat dan pembawaan
yang dibawa sejak lahir tidakakan berkembang dengan baik tanpa adanya
lingkungan yang sesuai denganperkembangan bakat dan pembawaan tersebut.
3. Menurut Aliran Naturalisme bahwa anak
yang baru lahir pada hakekatnyamemiliki pembawaan baik, namum pembawaan baik
itu dapat berubah sebaliknya karena dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan
tersebut dapat berupa: Keluarga, Sekolah ataupun Masyarakat. Aliran ini juga
dikenal sebagaiAliran Negativisme.
2.
Filsafat
proses
Mengingat proses
kependdikan adalah suatu proses pengembangan kemamapuan dasar atau kemampuan
manusia maka dengan sendirinya proses tersebut akan berjalan seseuai dengan
hukum-hukum perkembangan, yaitu hukum kesatuan organis, yang menyatakan bahwa
perkembangan manussia berjalan secra menyeluruh organ-organya, baik organ
tubuhnya maupun organ rohaninya, yang menyatakan bahwa perkembangan manusia
berjalan secara menyeluruh dalam seluruh
organ-organnya, baik organ tubuhnya maupun organ rohaninya, bukan
organ yang satu sama lain berdiri
sendiri. Fungsi kejiwaan manusia tidak berkembang terlepas antara satu fungsi
dengan yang lain, melainkan saling mempengaruhi antara fungsi yang satu dan
yang lainnya. Demikian pula fungsi organ-organ tubuhnya. Fungsi-fungsi kejiwaan
manusia melipiti, antara lain pikiran, kemauan, perasaan, ingatan, dan
nafsu-nafsu yang senantiasa berkembang secara menyeluruh, tidak terpisah antra
yang satu dari yang lainnya atau tidak berdiri sendiri.
Aliran empirisme dinyatakan sebagai faktor yang paling dominan
dampaknya terhadap proses perkembangan manusia. Meskipun pandangan
demikian kurang populer saat ini, namun
dimasyarakat, misalnya di negara komunis, faktor yang disengaja (usaha
pendidikan) dalam proses pendidikan dipandang menentukan perkembangan manusia.
Lain halnya dengan dengan pandangan aliran navitisme yang
menganggap faktor pembawaan atau bakat serta kemampuan dasar sebagai penentu
dari proses perkembanan manusia. Sehingga proses perkembangan hidup manusia
ditentujkan oleh faktor dasar ini. Akibatnya ialah bahwa faktor-faktor
eksternal seperti pendidikan atau lingkungan sekitar serta pengalaman tidak ada
artinya dari perkembangan hidup manusia. Paham ini sudah tentu kurang dapat
dipertanggungjawabkan bilamana dilihat dari realitas hidup manusia sebagai
anggota masyarakat. Karena manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat
menghindarkan diri dari pengaruh yang bersifat timbal balik (interaksi) antara
individu satu dengan yang lainnya.
Bila dibandingkan dengan pandangan konvergensi, yang menganggap
bahwa proses perkembangan manusia itu selalu ditentukan oleh perpaduan pengaruh
dari faktor pembawaan (kemampuan dasar) dan faktor lingkunga sekitar, baik yang
disengaja (seperti kependidikan) maupun yang tidak sengaja, seperti pergaulan
dan lingkungan alam maka kedua faktor ini selalu berproses secar interaksi
dalam pembentukan watak dan kepribadian manusia. Hanya yang perlu diperhatikan
bagaimana proses tersebut dapat diarahkan kepada tujuan yang diinginkan oleh
peradaban masyarakat.
Di sinilah peranan lembaga pendidikan dengan segala
kelengkapannya harus benar-benar berfungsi dan efektif dan efisien. Maka
jelaslah kedua pandangan airan tersebut, yaitu empirisme dan navitisme, kecuali
berat sebelah hakikat hidup manusia, juga tidak mengahargai harkat manausia
yang pada hakikatnya berpusat pada proses individualitas dan sosialitasnya
secar naluriah, yang tidak mungkindihindarkan dalam perkembangan hidupnya.
Individualitas dan sosialitas manusia sebagai mahluk Tuhan baru terbentuk
denganutuh (integrated) bial dilandasi dengan faktor moralitas (kemampuan
bersusila). Hidup bermasyarakat senantias diikat dengan norma-norma yang
menagtur jalan hidupnya agar teratur dan tertib, baik norma kultural maupun
agama yang dipeluknya. Pengaruh dari dalam (bakat) dan dari luar (pendidikan)
berproses secara interaktif menuju titik optimal perkembangan.
Lain halnya dengan pandangan pragmatisme dalam kependidikan,
seperti yang dikemukakan oleh beberapa pendidik di Amerika Serikat, misalnya
John Dewey, yang menytakan bahwa: “pendidikan adalah suatu proses yang tidak
pernah akhir” (Education is the proces wihout end) dan berbagi proses
itu berlangsung dalam berbagi tujuan, yaitu sebgai berikut.
a. Proses tranmisi dan tranformasi kultural
(kebudayaan) dari generasi ke generasi.
b. Proses komunikasi karena . demikian pula dala
proses pendidikan.
c. Proses
direksi (pengarahan) terhadap lingkunga sekitar dan kemampuan dasa r anak
didik.
d. Proses
konservari dan progresif, yaitu mengawewtkan kebudayaan dan memajukan
kebudayaan masyarakat.
e. Proses
rekapitulasi dan rekontruksi: proses pengulangan kebudayaan nenek moyang manusa
dan sekaligus menyusun kembali (reorganize) pengalaman yang akan memperbesar
abilitas (kecakapan) mengarahkan proses berikutnya.
Education
by process (pendidikan melalui proses) yang berlandaskan atas filsafat
pragmatisme seperti dikemukakan oleh Joh Dewey di atas, bertujuan untuk
memberikan pengalaman empiris kepada anak didik sehingga terbentuklah suatu
pribadi yang “belajar dan berbuat” (learning
by doing). Proses demikian menurut pandangan ini, terus berlangsung
sepanjang hayat dengan dasar semboyan: Man is in the making (manusia
terus-menerus berada dalam proses menjadi). Hanya niali-nilai yang diberikan
ukuran ini, bukan absolutisme seperti nilai kewahyuan (nilai samawi) melainkan
niali relatif, yaitu nilai-nilai baik-buruk, berguna dan tidak berguna
dikaitkan dengan pertimabangan kultural masyarakat yang sudah barang tentu
bergantung pada tempat dan waktu. Abgi masyarakat, nilai-nilai tersebut selalu
berubah-ubah sejalan dengan presepsi kebudayaan (kultural) masyarakat yang
mengalami perubahan nilai-nilai berkat pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi
canggih yang semakin berkembang.[7]
3.
Filsafat
output
Menurut pandangan
aliran pragmatis berkenaan dengan pertanyaan dan pernyataan lulusan yang
dihasilkan, seperti bermutu atau tidak, terampil atau tidak, bisa bekerja atau
tidak, dan lain sebagainya, itu merupakan suatu kewajaran apabila masyarakat
mempertanyakan hal tersebut, karena sebagai pelanggan (costumers) eksternal
dari sebuah lembaga pendidikan, mereka memiliki hak untuk tahu dan memastikan
jika anak-anak yang telah dan akan mereka ‘titipkan,’ betul-betul memiliki
kompetensi dan bekal hidup yang sesuai harapan
4.
Filsafat
outcome
Outcome secara empiris
telah terjadi kekurang-sepadanan antara Supply dan Demand keluaran pendidikan.
Dalam arti lain, adanya kekurang cocokan kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja,
dimana hasil dari profil lulusan merupakan akibat langsung dari perencanaan
pendidikan yang tidak berorentasi pada realitas yang terjadi dalam masyarakat.
Pendidikan dilaksanakan sebagai bagian parsial, terpisah dari konstelasi
masyarakat yang terus berubah. Pendidikan diposisikan sebagai mesin ilmu
pengetahuan dan teknologi, cenderung lepas dari konteks kebutuhan masyarakat
secara utuh
E. Solusi
1.
Solusi
Input
Suatu lembaga sekolah
dalam penerimaan siswa baru seharusnya tidak hanya memandang terhadap kemampuan
si anak untuk membayar sekolahnya saja (materi) akan tetapi lembaga tersebut
harus memperhatikan potensi anak
tersebut, boleh jadi anak yang tidak diterima dilembaga tersebut mempunyai
potensi yang baik yang akan mengharumkan nama baik lembaga sekolah tersebut.
Untuk mengantisipasi hal tersebut suatu lembaga sekolah sebelum penerimaan
siswa baru harus melakukan tes seleksi masuk terlebih dahulu dan tes psikotes
sehingga kita bisa melihat kemampuan anak tersebut.
2.
Solusi
Proses
Dalam suatu proses
belajar mengajar, suatu lembaga sekolah harus memiliki seorang guru yang
profesional yang siap untuk mengajar seorang siswa dan siswa yang siap untuk
belajar dengan guru tersebut. Untuk memacu rasa kesiapan siswa dalam belajar, guru
bisa melakuka metode-metode dalam pembelajaran sehingga anak tidak merasa bosan
dalam pemebelajaran tersebut. Didalam proses selain pendidik dan peserta didik,
sarana prasarana yang ada di sekolah juga sangat mendukung demi kelangsungan
belajar tersebut, sarana tersebut bisa berupa kurikulum, buku penunjang
belajar, kelas, kursi, bangku, papan tulis, spidol/kapur, laboratorium,
perpustakaan, lapangan olah raga dan lain-lain.
Suatu proses agar
keberhasilanya sesuai harapan, maka harus diawali dengan perencanaan (
planning). Perencanaan yang baik akan mendorong terselenggaranya proses yang
ideal sehingga setiap pelaksanaan proses harus mengetahui unsur-unsur
perencanaan, misal bagi seorang guru yang akan melaksanakan proses
pembelajaran, maka guru tersebut harus menguasai unsur-unsur perencanaan proses
pembelajaran yang baik, seperti:
1. Kebutuhan peserta
didik
2. Kompetensi dasar
3. Tujuan
4. Strategi dll.
Tentunya sebaliknya,
perencanaan yang kurang optimal hanyalah akan menghasilkan kegagalan,
sebagaimana pepatah bijak mengatakan: “Gagal dalam perencanaan sama dengan
merencanakan kegagalan”
3.
Solusi
Output
Suatu lembaga sekolah
supaya mengahsilkan output yangg baik, sekolah itu harus bisa menyalurkan bakat
anak tersebut, memberikan bimbingan tentang pentingnya suatu pendidikan supaya
anak tersebut berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi lagi.
Output pendidikan
sebagai suatu sistem sewajarnya dapat dicerminkan dari suatu prestasi mutu
lulusan sekolah yang sejatinya merupakan suatu proses pembelajaran yang
didukung oleh semua unsur baik dari level kementerian, dinas pendidikan
propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, sampai pada kelembagaanpersekolahan yang
merupakan unit terkecil. Dengan kata lain, makro, meso dan mikro pendidikan secara
bersama-sama menjalankan perannya sehingga menghasilkan output yang terstandar
dengan baik.
4.
Solusi
Outcome
Sebenarnya antara
output dan outcome masih dekat kaitannya output adalah hasil jangka pendek dan
outcome adalah hasil jangka panjang. Untuk menghasilkan outcam yang baik anak
tersebut harus diberi pelatihan yang baik
Agar
hasil lulusan memiliki outcome yang memadai. Oleh karenanya, dewan
sekolah/komite sekolah juga perlu ikut merumuskan, memberi masukan dan
mengevaluasi visi, misi, strategi sekolah agar apa yang dihasilkan oleh sekolah
relevan dengan apa yang dibutuhkan masyarakat
Input
adalah bahan mentah yang dimasukan kedalam tranformasi. Dalam dunia sekolah
disebut dengan bahan mentah adalah siswa baru yang mempunyai potensi dan akan
dimasukan sekolah.
Kepribadian siswa ini
ada yang bersifat sanguinis, kholeris, melankolis, phelegmatis. Dari
kepribadian tersebut kita dapat mengetahui kepribadian siswa tersebut dan
bagaimana cara pendidiknya, untuk memahami siswa dan bersosialisasi dengan
semua siswa. Selain kepribadian potensi mereka pun berbeda, dan perbedaan itu
tidak dapat diseragamkan dengan satu aturan yang sama antara siswa yang satu
dengan siswa yang lain, para pendidik dan lembaga sekolah harus menghargai
perbedaan yang ada pada diri mereka. Perbedaan yang terjadi siswa memang
menimbulkan satu permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan dipecahkan
sehingga pengelolaan siswa dalam satu kerangka kerja yang terpadu mutlak
diperhatikan, terutama pertimbangan pada pengembangan kreativitas.
Manfaat seorang
pendidik memahami perbedaan siswa yaitu berjalannya suatu proses pembelajaran
yang melibatkan sejumlah komponen yang saling berkaitan. Komponen tersebut
antara lain meliputi visi dan tujuan yang ingin dicapai, guru yang profesional
dan siap mengajar, murid yang menerima pelajaran, pendekatan yang digunakan,
strategi yang akan diterapkan, metode yang kan dipilih, tekhnik dan taktik yang
akan digunakan. dalam kegiatan belajar mengajar dapat diumpamakan, bahwa bakat,
minat, kecerdasan, dan berbagai kemampuan peserta didik merupakan potensi yang
akan baru berharga dan sebagai manusia apabila berbagai potensi tersebut
diolah, diproses, dibina, dibentuk, dan dikembangkan menjadi sesuatu yang
bernilai dan berguna bagi manusia.
Untuk menetukan ukuran
keberhasilan sebuah proses belajar mengajar itu dapat dilihat pada sejauh mana
proses tersebut mampu menumbuhkan, membina, membentuk, dan memberdayakan
segenap potensi yang dimiliki oleh siswa, atau pada sejauhmana ia memberikan
perubahan kepada siswa secara signifikan baik pada kemampuan kognitif, afektif
maupun psikomotorik siswa.
Dari proses belajar
mengajar ini akan mengahsilkan suatu output (lulusan). Suatu output akan
dikatakan baik apabila proses dan input itu baik, begitu pun sebaliknya apabila
input dan proses itu kurang baik maka outputnya pun akan kurang baik, karena
output, sangat ditentukan proses, dan proses sangat dipengaruhi oleh tingkat
kesiapan input yang diperlukan untuk berlangsungnya proses.
Dari
output (lulusan) ini, potensi yang dimiliki oleh input harus kita kembangkan
untuk mendapatkan outcome (lulusan yang melanjutkan sekolah atau diterima
disuatu pekerjaan) yang baik. Dalam hal ini guru juga bisa menyalurkan bakat
dan potensi yang dimiliki oleh siswa, karena guru salah satu faktor untuk
tercapainya kesuksesan seorang siswa.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian makalah
diatas tentang “Input Proses Output, Outcome” dapat saya simpulkan bahwa input
proses output outcome sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan.
Input adalah semua
potensi yang ‘dimasukkan’ ke sekolah sebagai modal awal kegiatan pendidikan
sekolah. Berkaitan dengan siswa, input adalah ‘siswa baru’ yang diterima dan
siap dididik/diberdayakan. Input adalah bahan mentah yang dimasukan kedalam
tranformasi. Dalam dunia sekolah disebut dengan bahan mentah adalah siswa baru
yang akan masuk sekolah. Tanpa adanya peserta didik, keberadaan sistem
pendidikan tidak akan berjalan. Karena kedua faktor antara pendidik dan peserta
didik merupakan komponen paling utama dalam suatu sistem pendidikan.
Berdasarkan fakta, peserta didik merupakan titik fokus yang strategis karena
kepadanyalah bahan ajar melalui sebuah proses pengajaran. Menurut kalangan sufi istilah siswa dalam tasawuf disebut dengan murid yang
mengandung pengertian orang yang sedang belajar, menyucikan diri, dan sedang
berjalan menuju Tuhan. Kebijakan input terdapat pada UU RI No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 4, peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada
jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Proses adalah
serangkaian kegiatan pendidikan yang dirancang secara sadar dalam usaha
meningkatkan kompetensi input demi menghasilkan output dan outcome bermutu.
Kebijakan proses terdapadat pada QS. Al-A’laq ayat 1-5. Berdasrkan fakta yang
saya lihat bahwa dalam proses belajar mengajar ini banyak pendidik yang tidak
siap untuk mengajar sehingga peserta didik sulit untuk menerima pembelajaran
dengan baik, solusi dari permasalahan ini suatu lembaga harus memilih pendidik
yang profesional yang mempunyai perencanaan dalam pembelajaran.
Output adalah hasil
dari proses belajar mengajar berupa lulusan (alumni) dan putus sekolah. Suatu
output itu dapat dilihat dari proses pembelajarannya dan kesiapan input dalam
melaksanakan proses belajar dan bagaimana apakah hasil (output) dari proses
tersebut baik atau tidak kita dapat melihatnya didalam outcome. Berdasrkan
fakta output sekarang banyak banyak yang krisis kejujuran dan ahlak, solusi
untuk menyelesaikan masalah tersebut yaitu dengan cara membimbing dan
menjadikan peserta didik anak yang baik. Kebijakan output terdapat pada UU No. 20 tahun 2003.
Outcome adalah lulusan
yang melanjutkan sekolah atau diterima disuatu pekerjaan, akan tetapi
berdasarkan fakta banyak peserta didik yang yang tidak melanjutkan sekolah
dikarenakan kekurangan biaya dan banyak peserta didik yang tidak diterima
disuatu sekolah stingkat selanjutnya dikarenakan semakin ketatnya persaingan diantara
mereka sehingga banyak lulusan yang pengangguran bahkan ada yang menjadi sampah
masyarakat. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dewan sekolah/komite
sekolah juga perlu ikut merumuskan, memberi masukan, mengevaluasi dan
menyalurkan bakat yang dimiliki peserta didik, supaya peserta didik sesuai ynag
diinginkan oleh masyarakat.
B. Saran
Dengan adanya pembahasan
tentang input, proses, output, outcam saya mengharapkan pendidikan di Indonesia
berjalan dengan baik yang sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menghasilkan lulusan yang baik dan diterima di
suatu lembaga sekolah atau suatu pekerjaan.
Dari
makalah saya yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi saya pribadi.
Yang baik datangnya dari Allah Swt, dan yang buruk datangnya dari saya. Dan
saya sadar bahwa makalah saya ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan
dari berbagai sisi, jadi saya harapkan saran dan kritiknya yang bersifat
membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Ilmu
pendidikan islam, jakarta: Prenada Media Group, 2006, hlm 103
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta: Prenada Media Group,2010
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1997
A. Heris
Hermawan, Filsafafat Pendidikan Islam, jakarta: Direktorat Pendidikan
Islam,
Muzayyin
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta: Bumi Aksara,2005
http:///Ayat-Ayat%20Qur%E2%80%99ani%20Tentang%20Hak-Hak%20Anak%20_%20Muslimah.Or.Id.htm
http:///SIstem%20input-proses-output-outcome%20pendidikan%20bermutu%20%20%20Denny%20Kodrat%20-%20Academia.edu.html
http:////undang-undang%20tentang%20outpur%20dan%20outcam.htm
[1]
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
1997), hlm. 3
[2]
A. Heris Hermawan, Filsafafat Pendidikan Islam, (jakarta: Direktorat Pendidikan
Islam), hlm. 182
[3]
A. Heris Hermawan.op.cit; hlm. 186
[4] Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,2010), hlm 139
[5]
Prof. Dr. H. Abudin Nata,
M.A Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,2010), hlm.
145-146
[6]
Prof. Dr. H. Abudin Nata .op.cit;hlm 142
[7]
Prof. H. Muzayyin Arifin. M.Ed., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,2005) hlm 57-60
Posting Komentar