TEORI BELAJAR BEHAVIORISME,
KOGNITIVISME DAN KONSTRUKTIVISME
Teori Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang
telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan
Berliner yang berisi tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman
.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang
individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek
mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat,
minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu. Dengan kata lain proses pembelajaran menurut teori
Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran lebih menekankan pada proses
pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon yang dilakukan oleh siswa.
Inti pembelajaran dalam pandangan behaviorisme terletak pada stimulus respon
(S-R).
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi
antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik
ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas
“mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada
ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke
keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga
aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara
terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil
belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa
secara individual (Degeng, 2006).
Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik
a) Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
d) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk
fisik harus dihindari.
Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme
a) Edward LeeThorndike
Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara
stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika
belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. teori ini
sering disebut teori koneksionisme.
Connectionism ( S-R Bond) adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh Thorndike yang
melakukan eksperimen yang terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons
menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin
kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu
pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan
pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan
yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara
Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan
akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b) John Watson
Kajian tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain
seperti Fisika atau Biologi yang berorientasi pada pengalaman empirik semata,
yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Belajar merupakan proses interaksi
antara stimulus dan respon, namun keduanya harus dapat diamati dan diukur.
c) Clark L. Hull
Semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga
agar organisme tetap bertahan hidup. Dorongan belajar (stimulus) dianggap
sebagai sebuah kebutuhan biologis agar organisme mampu bertahan hidup.
d) Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti.
Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan. Hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
e) Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana konsep yang dikemukakan tokoh sebelumnya, karena stimulus-stimulus
yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku.
Operant Conditioningadalah hukum belajar yang dihasilkan oleh B.F. Skinner yang
melakukan eksperimen yang terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya
perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.
2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya
perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama
terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului
oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer
itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
Kelemahan Teori Behavioristik
a) Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat
diamati
b) Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar
untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri
c) Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan
tidak produktif
d) Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat
e) Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di
luar diri pebelajar
Kelebihan Teori Behavioristik
Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik
dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas,
kelenturan, reflex.
Teori belajar kognitif berasal dari pandangan Kurt Lewin
(1890-1947), seorang Jerman yang kemudian beremigrasi ke Amerika Serikat.
Intisari dari teori belajar konstruktivisme adalah bahwa belajar merupakan
proses penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks yang
berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang sebagai
orang yang secara konstan memberikan informasi baru untuk dikonfirmasikan
dengan prinsip yang telah dimiliki, kemudian merevisi prinsip tersebut apabila
sudah tidak sesuai dengan informasi yang baru diperoleh. Agar siswa mampu
melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara aktif.
Teori kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para
peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir,
menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang telah ada. Teori ini menekankan pada bagaimana informasi
diproses.
Karakteristik :
Karakteristik :
a) Belajar adalah proses mental bukan behavioral
b) Siswa aktif sebagai penyadur
c) Siswa belajar secara individu dengan pola deduktif dan
induktif
d) Instrinsik motivation, sehingga tidak perlu stimulus
e) Siswa sebagai pelaku untuk menuntun penemuan
f) Guru memfasilitasi terjadinya proses insight.
Beberapa tokoh dalam aliran kognitivisme
a) Teori Gestalt dari Wertheimer dkk
Menekankan pada kebermaknaan dan pengertian sehingga tidak
menimbulkan ambiguitas dalam proses pembelajaran.
b) Teori Schemata Piaget
Teori ini mengatakan bahwa pengalaman kependidikan harus
dibangun di sekitar struktur kognitif siswa. Struktur kognitif ini bisa dilihat
dari usia serta budaya yang dimilik oleh siswa.
c) Teori Belajar Sosial Bandura
Bandura mempercayai bahwa model akan mempunyai pengaruh yang
paling efektif apabila mereka dianggap atau dilihat sebagai orang yang
mempunyai kehormatan, kemampuan, status tinggi, dan juga kekuatan,
sehingga dalam banyak hal seorang guru bisa menjadi model yang paling berpengaruh.
paling efektif apabila mereka dianggap atau dilihat sebagai orang yang
mempunyai kehormatan, kemampuan, status tinggi, dan juga kekuatan,
sehingga dalam banyak hal seorang guru bisa menjadi model yang paling berpengaruh.
d) Pengolahan Informasi Norman
Norman melihat bahwa materi baru akan dipelajari dengan
menghubungkannya dengan sesuatu yang sudah diketahuinya, yang dalam teorinya di
sebut learning by analogy. Pengajaran yang efektif memerlukan guru yang
mengetahui struktur kognitif siswa.
Teori Konstruktivisme
Menurut cara pandang teori konstruksivisme belajar adalah
proses untuk membanguin pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan.
Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangu atas
dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Evaluasi pembelajaran. Dalam
treori kontruktivisme, evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui
kualitas siswa dalam memahami materi dari guru. Evaluasi menjadi saran untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran.
Konstruktivisme sebagai deskripsi kognitif manusia
seringkali diasosiasikan dengan pendekatan paedagogi yang mempromosikan
learning by doing. Teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk
belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain
yang diperlakukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Menurut asalnya, teori konstruktivime bukanlah teori
pendidikan. Teori ini berasal dari disiplin filsafat, khususnya filsafat ilmu.
Pada tataran filsafat, teori ini membahas mengenai bagaimana proses
terbentuknya pengetahuan manusia. Menurut teori ini pembentukan pengetahuan
terjadi sebagai hasil konstruksi manusia atas realitas yang dihadapinya. Dalam
perkembangan kemudian, teori ini mendapat pengaruh dari disiplin psikologi
terutama psikologi kognitif Piaget yang berhubungan dengan mekanisme psikologis
yang mendorong terbentuknya pengetahuan. Menurut kaum konstruktivis, belajar
merupakan proses aktif siswa mengkostruksi pengetahuan. Proses tersebut
dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut:
- Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi makna ini dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
- Konstruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus seumur hidup.
- Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta melainkan lebih berorientasi pada pengembangan berpikir dan pemikiran dengan cara membentuk pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil dari perkembangan melainkan perkembangan itu sendiri. Suatu perkembangan yang menuntun penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
- Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi disekuilibrium merupakan situasi yang baik untuk belajar
- Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungan siswa.
- Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang sudah diketahuinya.
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik
untuk menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanis untuk mengumpulkan fakta.
Dalam konteks yang demikian, belajar yang bermakna terjadi melalui refleksi,
pemecahan konflik pengertian dan selalu terjadi pembaharuan terhadap pengertian
yang tidak lengkap.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat ditarik sebuah
inferensi bahwa menurut teori konstruktivisme belajar adalah proses mengkonstruksi
pengetahuan dengan cara mengabstraksi pengalaman sebagai hasil interaksi antara
siswa dengan realitas baik realitas pribadi, alam, maupun realitas sosial.
Proses konstruksi pengetahuan berlangsung secara pribadi maupun sosial. Proses
ini adalah proses yang aktif dan dinamis. Beberapa faktor seperti pengalaman,
pengetahuan awal, kemampuan kognitif dan lingkungan sangat berpengaruh dalam
proses konstruksi makna.Argumentasi para konstruktivis memperlihatkan bahwa
sebenarnya teori belajar konstrukvisme telah banyak mendapat pengaruh dari
psikologi kognitif, sehingga dalam batas tertentu aliran ini dapat disebut juga
neokognitif.
Walaupun mendapat pengaruh psikologi kognitif, namun
harus diakui bahwa stressing point teori ini bukan terletak pada berberapa
konsep psikologi kognitif yang diadopsinya (pengalaman, asimilasi, dan
internalisasi).melainkan pada konstuksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan yang dimaksudkan dalam pandangan
konstruktivisme yaitu pemaknaan realitas yang dilakukan setiap orang ketika
berinteraksi dengan lingkungan. Dalam konteks demikian, konstruksi atau
pemaknaan terhadap realitas adalah berlajar itu sendiri. Dengan asumsi seperti
ini, sebetulnya substansi konstrukvisme terletak pada pengakuan akan hekekat
manusia sebagai homo creator yang dapat mengkonstruksi realitasnya sendiri.
IMPLIKASI TEORI BELAJAR TERHADAP EVALUASI PENDIDIKAN
Teori Behaviorisme
Implikasi teori ini dalam pembelajaran tergantung tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia.Teori ini sangat sesuai untuk pengetahuan yang
bersifat obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Dalam hal ini pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
pebelajar
Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru
(stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa
diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang
juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja
yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive
reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan
dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya
bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka
penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya
jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat
belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.
Konsep evaluasi pendidikan sudah sangat jelas dalam teori
ini yaitu melalui pengukuran, pengamatan. Sebab seseorang dikatakan belajar bila
telah mengalami perubahan perilaku. Akan tetapi perlu diketahui bahwa tidak
semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika.
Semua aspek materi juga tidak bisa diukur dengan teori ini. Evaluasi dilakukan
untuk menilai hasil akhir dari penggunaan teori ini yaitu perubahan perilaku.
Teori Kognitivisme
Implikasi teori kognitivisme dalam kegiatan pembelajaran
lebih memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak
sekedar kepada hasilnya. Selain itu, peran siswa sangat diharapkan untuk
berinisiatif dan terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar. Teori ini juga
memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan per- kembangan.
Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam
kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok
kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal.
Teori ini juga mengutamakan peran siswa untuk saling
berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat
dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat
diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.
Implikasi dalam konsep evaluasi bahwa evaluasi dilakukan selama proses belajar bukan hanya semata dinilai dari hasil belajar. Jadi, teori ini menitikberatkan pada proses daripada hasil yang dicapai oleh siswa.
Implikasi dalam konsep evaluasi bahwa evaluasi dilakukan selama proses belajar bukan hanya semata dinilai dari hasil belajar. Jadi, teori ini menitikberatkan pada proses daripada hasil yang dicapai oleh siswa.
Bagi para penganut aliran kognitifisme, pembelajaran
dipandang sebagai upaya memberikan bantuan kepada siswa untuk memperoleh
informasi atau pengetahuan baru melalui proses discovery dan internalisasi.
Agar discovery dan internalisasi dapat berlangsung secara benar maka perlu
diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang perlu sebagai berikut:
- Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan, dan bukan sebaliknya sebagai beban
- Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit ke hal-hal yang abstrak.
- Setiap usaha mengkonseptualisasikan matari pembelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa belajar.
- Pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan pengalaman belajar siswa dengan memperhatikan tahap-tahap perkembangannya.
- Materi pelajaran hendaknya dirancang dengan memperhatikan sequencing penyajian secara logis.
Teori Konstruktivisme
Teori konstruksivisme membawa implikasi dalam pembelajaran
yang harus bersifat kolektif atu kelompok. Proses sosial masing-masing siswa
harus bisa diwujudkan. C. Asri Budiningsih dalam buku Pembelajaran Moral
menyatakan bahwa keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh peran social yang
ada dalam diri siswa. Dalam situasi sosial akan terjadi situasi saling
berhubungan, terdapat tata hubungan, tata tingkah laku dan sikap diantara
sesame manusia. Konsekuensinya, siswa harus memiliki keterampilan untuk
menyesuaikan diri (adaptasi) secara cepat.
Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan
memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu penciptaan
suasana yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar
berarti partisipasi aktif guru bersama-sama siswa dalam membangun pengetahuan,
membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.
Jadi mengajar adalah belajar itu sendiri. Menurut prinsip konstruktivisme, guru
berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar
siswa berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai fasilitator dan mediator tugas
guru dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa
bertanggung jawab dalam merencanakan aktivitas belajar, proses belajar serta
hasil belajar yang diperolehnya. Dengan demikian menjadi jelas bahwa memberi
kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama guru.
Memberikan sejumlah kegiatan yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan mendorong mereka untuk meng-ekspresikan gagasan-gagasannya serta mengkomukasikan-nya secara ilmiah;
Memberikan sejumlah kegiatan yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan mendorong mereka untuk meng-ekspresikan gagasan-gagasannya serta mengkomukasikan-nya secara ilmiah;
b. Menyediakan sarana belajar yang merangsang siswa berpikir
secara produktif. Guru hendaknya menciptakan rangsangan belajar melalui
penyediaan situasi problematik yang memungkinkan siswa belajar memecahkan
masalah
c. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan tingkat
perkembangan berpikir siswa. Guru dapat menunjukkan dan mempertanyakan sejauh
mana pengetahuan siswa untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan dengan
pengetahuan yang dimilikinya. (Ditulis Oleh Drs.Agustinus Maniyeni, M.Pd –
Dalam buku “Wawasan Pembelajaran” halaman 1-15)
Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif,
bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu. Belajar adalah penyusunan
pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan refleksi
dan interpretasi. Seseorang yang belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda
terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam
menginterprestasikannya.
Teori ini lebih menekankan pada diri siswa dalam penyusun
pengetahuan yang ingin diperoleh oleh siswa tersebut. Teori ini memberikan
keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlakukan guna menggembangkan
dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
- Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
- Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaanya.
- Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
- Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar
bagaimana belajar itu.
Konsep evaluasi pendidikan hampir sama dengan konsep pada teori kognitivisme yaitu menitikberatkan pada proses. Proses yang dimaksud disini merupakan sebuah pengalaman yang dialami sendiri oleh masing-masing siswa (penyusunan pengetahuan oleh siswa itu sendiri)
Konsep evaluasi pendidikan hampir sama dengan konsep pada teori kognitivisme yaitu menitikberatkan pada proses. Proses yang dimaksud disini merupakan sebuah pengalaman yang dialami sendiri oleh masing-masing siswa (penyusunan pengetahuan oleh siswa itu sendiri)
Posting Komentar